Dalam sebuah industri, esports masih termasuk dalam kategori abu-abu apalagi dalam segi pendapatan serta legalitas. Masalah kontrak
kerja seringkali menjadi sebuah kontroversi yang membuat pemain serta tim merasa rugi secara moril dan materil. Terkadang, pemain yang
baru saja sukses terjebak dengan kontrak yang kosong sehingga membuat masa depan mereka menjadi kelam. Yang mana selalu tim tersudutkan saat
pemain ingin hengkang yang akan membuat mereka seolah menjadi antagonis di semua perpisahan.
Nyatanya, kontrak di esports sampai saat ini belum juga menemukan landasan yang pas. Banyak sekali tim yang menarik investasi sponsor agar meningkatkan
nilai jual mereka sendiri, tetapi pendapatan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan mereka. Sangat berbeda dengan seseorang yang lebih cepat sukses dari endorse
serta keuntungan sebagai seorang atlit profesional yang merangkap dengan streamer.
Hal inilah yang membuat kecemburuan yang tidak sehat dalam industri esports. Mereka seringkali membuat kontrak yang baru yang mana membatasi profit sang atlit.
Hal ini juga yang di ungkapkan oleh pakar hukum Amerika Serikat yang telah menangani kasus penipua kontrak dalam industri esports. Ryan Morrison merupakan CEO Evolved TalentAgency serta dia dijuluki sebagai “pengacara video game” untuk mereka yang mengenalnya dalam dunia esports. Ahli lainnya adalah Bryce Blum, penemu ESG Law.
Dia seringkali mewakili klien nya dari dunia Esports,institusi serta atlet. Sering nya jam terbangnya membuat dia dipercaya sebagai seorang konsultan untuk penggiat
industri ini yang bergerak sesuai hukum yang berlaku. Dikutip dari Washington Post, mereka beragumen di twitter tentang kontrak esports yang waktu itu sangat booming dibicarakan
yakni ketika Tfue menggugat FaZe Clan tentang kontrak yang sangat agresif.
Terbebas dari pengalaman mereka yang mendalami hukum di esports, mereka sepakat bahwa kontrak esports sangatlah ribet. Apalagi menyelesaikan kasus yang telah terjadi seperti
Tfue dan FaZe Clan. Agar itu disarankan agar semua individu mendapatkan tawaran kerjasama dan meminta pendamping hukum ketika perjanjian agar tidak merasa di rugikan di masa depan.